Mantan
Terindah
Hap,
diambilnya telepon genggam yang berdering di atas meja belajar.
“Hah, dari Radit? Serius nih?”,
sontak Laya terkejut dengan mata berbinar-binar.
Lalu,
dibukanya pesan singkat tersebut dengan hati deg-degan.
Laya,
gue tunggu di taman belakang komplek besok pagi ya..
“What? He’s Radit? Mimpi apa gue
tadi siang bisa diajak ketemuan gini sama pangeran kampung Masbuloh. Pasti mau
ngajak nge-date”, seru Laya saking
tak percaya dan PDnya..
Hmm,
aah, pake baju apaan ya. Gue harus tampil cantik kalo ketemu Radit! Gumam
Laya dalam hatinya.
“Mak, ini baju buat siapa? Cantik
bener dah”, tanya Laya seraya mengangkat dress jahitan emaknya.
“Pesenan cing Lanih, neng”.
“Buat Laya ya, mak”.
“Hush, itu pesenan orang. Udah noh
ambil yang ada di lemari emak, kemaren mak bikin buat anaknya cing Uci, tapi kekecilan”,
sahut emak yang sibuk dengan mesin jahitnya.
Laya
langsung menuju kamar emaknya. Lalu, dibukanya lemari pakaian itu dan
“Wah, bagus juga siy. Tapi, apa
Radit gak kaget ya kalo gue pake dress kayak gini. Gue kan anaknya tomboy..?”
Pagi
harinya, Laya sudah mengenakan dress buatan emaknya dengan rambut terurai, gak
seperti biasanya. Orang tuanya terkejut melihat penampilan anak gadisnya.
“Neng, mau kemana pagi-pagi gini
rapi amat?”, tanya babe Laya yang keselek minum kopi.
“Mau nge-datelah Be”.
“Mana ada nge-date pagi-pagi neng, yang ada juga jogging bareng”.
“Ah, apa kata Babe aja deh. Da Babe,
Emak. Assalamu’alaikum”.
Laya
pun pergi menuju taman belakang komplek dengan kampungnya dengan mengendarai
sepeda kesayangannya. Laya meletakkan sepedanya di parkiran dekat taman. Tak
jarang mata di sekitarpun menatap Laya dengan penuh tanda tanya, entah aneh
atau terpesona :D
“Hai, Dit? Udah lama ya?”, sapa
Laya.
“Rapi amat, Ya? Gue kan mau ngajakin
lo lari pagi sambil ngebahas tugas kelompok kita”.
“Hah? Lari pagi? Jadi gue salah
kostum dong?”, kata Laya manyum sambil melihat pakaiannya.
“Iya, berhubung nanti siang gue ada
majelis, jadi mau ngomongin sekarang sambil jogging, kan lebih enak tuh”,
terang Radit.
Ya
Allah, gue kira Radit mau ngajak gue sarapan bareng terus nembak gue..
Ternyata
cuma masalah tugas kelompok, gue kecewa pemirsah..
“Ya udah deh, kita duduk di sana aja
ya”.
Radit
memimpin perjalanan mereka menuju bangku yang ada di bawah pohon tanjung pusat
taman. Laya mengirinya dari belakang dengan wajah kecewa. Kemudian Radit
menyerahkan beberapa lembar kertas kepada Laya.
“Ini bahan tugas kita, lo tinggal
ketik aja, gak masalahkan? Gue sengaja kasih sekarang, soalnya gue tau, lo
kalau siang pasti molor jadi gak sempet ngerjain nih tugas”.
Sebegitu
jelekkah kebiasaan gue di mata Radit? Huaaahh…
Laya
hanya terdiam.
“Laya? Lo gak kenapa-kenapa kan? Ya
udah lo pulang aja dulu. Gue masih mau lari pagi”, tanya Radit sambil menggoyang-goyangkan
bahu Laya.
Tanpa mengeluarkan sepatah katapun,
Laya bangun dari diamnya dan meninggalkan Radit.
“Laya! Lo cantik juga kalo pake baju
kayak gitu”, seru Radit memuji Laya.
Apa?
Radit bilang gue cantik? Oh, noooooo…
Ini
keajaiban dunia-akhirat, hehe
Laya
hanya tersenyum dan tersipu malu menatap ke arah Radit. Walaupun gak jadi
ngedate, namun Laya senang karena dipuji oleh Radit. Sepulang dari taman, Laya
langsung mengganti pakaiannya dan mengerjakan tugas kelompoknya.
Hari
Senin, poros di mana dimulainya semua aktivitas. Laya menyerahkan tugas yang
sudah rampung kepada Radit. Selama kegiatan belajar mengajar hari ini, Radit
senantiasa memperhatikan Laya. Entah ada badai dari mana, bagi Radit,
penampilan Laya yang apa adanya membuat Laya berbeda dengan gadis lain.
“Dari tadi, gue perhatiin, lo
ngeliatin Laya mulu Dit?”, kata Agus, teman sebangku Radit.
“Gak tau nih, serasa ada yang
menggetarkan hati gue aja. Walaupun dia bukan tipe-tipe gue banget, tapi dia
polos Gus, apa adanya”, jelas Radit.
“Ya udah tembak ajalah! Dari pada lo
kelamaan nunggu jawaban dari Kanita, mending buat ngisi kekosongan, lo sama
Laya aja dulu. Dan kata anak-anak, Laya tuh udah lama suka sama lo. Siapa tau
aja kalian jodoh”, nasehat Agus.
Bener
juga ya kata Agus, gue kan udah lama jomblo tuh gara-gara nunggu Kanita,
daripada gue dibilang gak laku sama babe gue, mending gue pacarin Laya aja
dulu.
Sepulang
sekolah, Radit mengajak Laya makan siang di PKL dekat kampungnya.
“Laya, lo mau gak jadi pacar gue?
Gue gak punya alasan siy buat macarin lo, cuma tiba-tiba ada feel aja gitu semenjak pertemuan
kemaren”.
“Lo seriusan Dit? Gue mau banget
Dit”, sahut Laya sangat bersemangat.
“Iya!”, kata Radit meyakinkan hati
Laya.
Sudah hampir satu minggu mereka
menjalani yang namanya pacaran. Laya
bahagia sekali dapat menjadi kekasih Radit. Malam minggu, adalah malam yang
ditunggu para darah muda, begitu pun dengan Laya.
“Kok Radit gak sms gue ya? Apa dia
gak ngapelin gue? Ini kan malem minggu”, ujar Laya bolak-balik di depan
rumahnya.
Tiba-tiba
pesan singkat orang tercintanyapun menelusup ke hpnya,
Laya,
gue ada majelis malem ini, jadi gak bisa ke rumah lo ya.
Laya
menghembuskan hafas nada kecewanya.
Selama pacaran, Radit
masih manggil gue-lo, gak ada romantis-romantisnya sama gue. Apa dia gak
bener-bener suka sama gue ya???
“Lha neng! Kok ada di mari? Babe
kira yang tadi dibonceng sama Radit ntuh kamu neng”, kaget babe Laya.
Laya
terkejut bukan main.
“Apa be?”.
“Iye, tadi babe kira, kamu neng,
tapi kok berjilbab. Ya udah mungkin saudaranya kali neng. Udah masuk sana, gak
baik anak gadis di luar sendirian. Entar digigit nyamuk”, ledek babe.
Babe
masuk ke dalam rumah, sementara Laya nekad pergi ke rumah Radit dengan
mengendarai sepedanya. Digoesnya dengan lincah, hati Laya seakan berkobar-kobar
penuh cemburu. Laya takut jikalau cewek yang dibonceng Radit itu adalah
selingkuhan Radit. Sesampainya di rumah Radit, Tiana adik Radit menghampiri
Laya.
“Nyari Bang Radit ya, Kak?”, tanya
Tiana.
“Iya, Na. Ada gak?”, jawab Laya
sambil melongok ke ruang tamu.
“Barusan aja pergi sama kak Kanita.
Katanya siy mau ke Majelis gitu Kak”, jelas Tiana tanpa tahu bahwa Laya adalah
kekasih abangnya.
“Kanita yang jemput Radit?”, Laya
makin penasaran.
“Iya, Kak. Motor abang kan dipake
babe, jadi pake motornya kak Kanita. Ya udah Kak, Ana mau ke rumah cing Lanih
dulu, ya”.
Laya
seakan terdampar di pulau yang tak berpenghuni. Bak patung yang entah siapa
pemiliknya. Laya gak percaya kalau kekasihnya itu membohonginya. Ya walau gak
sepenuhnya bohong siy, tapi kenapa Radit gak bilang kalau mau ke Majelis sama
Kanita. Air matapun tak kuasa menemani dinginnya malam ini. Laya lalu pulang ke
rumah dengan membawa lara di hatinya. Ia masuk ke dalam kamar dan menghempaskan
tubuh letihnya ke kasur.
Kenapa
Radit gak ngajak gue aja? Kan gue juga bisa pake kerudung. Kenapa harus sama
Kanita?!! Tapi, biar gue simpen sendiri dulu aja deh. Tetep positive thingking
aja J
Keesokan
harinya, hari Senin, Radit mengajak Laya menjenguk Kanita yang sedang sakit di
rumah Kanita.
“Emang Kanita sakit apa? Lo kok
perhatian banget sama dia? Lo ada hubungan apa sama dia?”, cerocos Laya.
“Cuma temen kok, Ya. Kan ortunya dia
sahabat ortu gue, Ya. Jadi, gak enak kalo gak jenguk. Sama Agus juga kok, Ya”,
Radit mencari-cari alasan.
Dengan
hati yang masih terluka, Laya pun menuruti apa maunya Radit itu. Laya tetap
tegar seperti tak terjadi apa-apa. Mereka pun sampai di rumah Kanita. Saat
menengok ke arah Radit, Radit sedang menatap dalam bola mata bulat indah milik
Kanita, seperti ada chemistry. Berbeda saat Radit menatap Laya, seakan tak
berarti apa-apa. Karena matanya sudah mendung, Laya izin ke luar dari kamar
Kanita. Diikuti oleh Agus yang sepertinya mengerti dengan keadaan Laya pada
saat itu.
“Lo cemburu ya, Ya?”, tanya Agus
berusaha mendekati Laya.
“Gue gak tau apa yang sebenarnya terjadi sama mereka berdua.
Tapi gue ngerasa ada yang aneh. Apa Radit selingkuh sama Kanita, Gus?”.
“Setau gue, Radit bukan tipe
peselingkuh, Ya…”,
Belum
sempat Agus melanjutkan kata-katanya, Radit sudah muncul di antara mereka dan
mengajak pulang. Radit menitipkan hp
kepada Laya karena kantong celananya bolong. Pas sampai di rumah, Laya lupa
memberikan hp pada Radit. Saat tahu hp milik Radit masih ada padanya, Laya penasaran membuka menu pesan. Diliatnya inbox yang hampir penuh dengan nama
Kanita. Layaknya sepasang kekasih cara Radit dan Kanita berkirim pesan.
Apalagi, Laya gak menyangka dengan pesan Radit yang satu ini :
Aku seneng kalo akhirnya kamu bakal
nerima aku, tapi kenapa di saat aku udah punya Laya?
Aku harus gimana, Ta? Aku sayang
banget sama kamu, tapi aku gak mau nyakitin hatinya Laya, dia sayang banget
sama aku walo kadang aku cuek sama dia, aku gak pernah romantis sama dia. Aku
harus gimana, Ta?
Dan
balasan dari Kanita :
Kamu harus jujur Dit sama Laya.
Kenapa siy waktu itu kamu nurutin kata-kata Agus buat macarin Laya untuk
mengisi kekosongan sebelum aku nerima kamu? Aku pasti nerima kamu kok, cuma aku
mau ngetes, kamu setia gak nunggu jawaban dari aku. Sekarang, kamu yang repot
sendiri, kan?
Radit
pun tersadar hpnya ada di tangan
Laya. Ia langsung pergi ke rumah Laya. Laya yang masih terduduk di teras
rumahnya berdiri seraya memberikan hp
milik Radit.
“Kita putus! Lo gak usah jelasin
apa-apa ke gue. Semuanya udah jelas. Gue udah baca semua sms lo sama Kanita.
Tega lo, Dit!”, bentak Laya lalu masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu
rumahnya.
“Laya, maafin gue Ya. Gue gak maksud
buat nyakitin lo, Ya”.
“Udah, pulang aja lo sana! percuma
minta maaf sama gue!”, usir Laya.
Dengan
hati yang merasa bersalah, Radit pun menghilagkan jejak dari rumah Laya.
“Gue bodoh banget! Mau-maunya ketipu
sama cowok nyebelin itu!”.
Setelah
berpikir keras dan pertengkaran batin pada dirinya, akhirnya Laya berniat untuk
memaafkan Radit. Ia tahu bahwa cinta tak harus memiliki, meski ia sangat
menyayangi Radit, namun Radit tak tulus menyayanginya. Cinta bertepuk sebelah
tangan.
Pada
hari ulang tahun Radit, tak ada yang spesial karena seputusnya dengan Laya,
Kanita merasa bersalah dan berniat pergi ke Bandung. Namun, tak lama kemudian
Laya berkunjung ke rumah Radit dengan membawakan kejutan terindah untuk Radit.
“Laya?!
Lo mau marah lagi sama gue?”.
“Gue
udah gak marah lagi kok sama lo. Selamat ulang tahun ya, Dit”.
“Makasih
ya, Ya. Lo emang baik banget”, kata Radit lekas memeluk Laya.
Dengan
tangkas Laya melepas pelukan yang sudah lama didambakannya itu.
“Gak usah peluk-peluk gue, nanti ada
yang cemburu. Gue ada kado spesial buat lo. Taraaaaa!!!”.